Pulau Lombok merupakan salah satu pulau utama yang ada dalam Provinsi Nusa Tenggara Barat, di samping Pulau Sumbawa yang terletak di sebelah timur. Penampakan fisik pulau ini mirip sebuah sepatu boat yang tertutup. celana kedodoran. Jika merujuk kepada definisi United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS), pulau “sepatu boat” ini termasuk ke dalam golongan pulau kecil karena luas keseluruhannya kurang dari 10.000 km2 (+ 4.000 km2).
Secara sangat singkat, topografi Pulau Lombok dapat digambarkan sebagai berikut. Pulau ini, walaupun kecil, tapi gunungnya, Gunung Rinjani termasuk salah satu gunung tertinggi di Indonesia.
Dengan ketinggian + 3.775 meter di atas permukaan laut, Gunung Rinjani tegak menjulang di bagian utara- timur pulau. Danau Segara Anak yang eksotis, yang terletak beberapa ratus meter di bawah puncaknya merupakan satu-satunya danau di pulau ini. Dalam kawasan pegunungan Rinjani, selain Gunung Rinjani, terdapat 7 (tujuh) buah gunung, yaitu Gunung Mareje (716 meter), Timanuk (2.362 meter), Nangi (2.338 meter), Perigi (1.532 meter), Plawangan (2.638 meter), dan Gunung Baru (2.376 meter). Hutan kawasan Rinjani yang luasnya + 125.000 hektar membentang dari timur ke barat.
Dataran rendah yang luas dan subur berada di selatan Rinjani, di bagian tengah pulau, yang juga membentang dari timur ke barat. Di sebelah utara Rinjani terdapat juga dataran rendah yang cukup subur, tetapi tidak seluas yang ada di bagian tengah. Bagian selatan pulau ini ditandai oleh topografinya yang berbukit-bukit, dan kering. Di masa lalu, walaupun lahan pertanian di kawasan selatan ini cukup luas, tetapi tidak cukup produktif, karena merupakan persawahan tadah hujan. Kondisi kawasan ini mulai berubah setelah beberapa bendungan dibangun pada dekade 70-an.
Dari berbagai sumber dapat diketahui bahwa beberapa nama pernah diberikan sebagai nama untuk pulau ini. Sama dengan sumber lisan yang ada di masyarakat, lontar Te Melak Mangan (TMM) menyebut pulau ini dengan nama Pulau Sasak. Konon demikian karena keadaan hutan kawasan Rinjani saat itu, ĕmpĕr sĕsĕk, ‘penuh sesak’ oleh pepohonan yang berhimpitan sehingga sangat sulit untuk dilalui. Sĕsĕk menjadi Sasak (TMM: bait 3). Empu Prapanca dalam Negarakrtagama menulis Lombo’ Mirah Sasak Adi untuk nama pulau ini (H. Lalu Lukman; 2005:3).
Di Pujungan – Tabanan, Bali, terdapat nekara perunggu yang dikeramatkan oleh penduduk setempat, yang bertuliskan huruf kuadrat dan berbunyi, “Sasak dana prihan, srih jayanira”. Maksudnya, nekara itu adalah pemberian seorang orang Sasak sebagai bukti ketaklukkannya, serta untuk mengingatkan kemenangan pihak penerima atas negeri Sasak.
Nekara itu dipersembahkan oleh pihak yang ditaklukkan sekitar awal abad XII, setelah zaman Anak Wungsu di Bali. Sementara P. Roo de la Faille dalam naskahnya, “de Studie over Lomboksch adatrecht, Adatrechtbundels”, menulis bahwa nama Sasak itu berasal dari nama sebuah kerajaan yang pernah ada di sini, Kerajaan Sasak, yang wilayahnya terletak di bagian barat-daya Pulau Lombok.
Berikutnya, Teeuw, ahli Sastra Indonesia, mengatakan bahwa kata sasak itu mungkin saja berasal dari proses pengulangan kata tembasaq (sejenis kain putih yang biasa digunakan penduduk pulau ini waktu itu, sebagai sarung dan ikat kepala); tembasaq-tembasaq menjadi saqsaq, dan akhirnya sasak.
Sumber lokal, babadSangupati, mengatakan pulau ini dulu pernah dikenal dengan nama Pulau Meneng (sepi). Menurut perkiraan, penamaan ini berkaitan dengan kondisi demografis pulau ini saat itu yang sangat jarang penduduknya.
Babad Selaparang mengatakan nama pulau ini bernama Gumi Selaparang (gumi = tanah/bumi), seperti nama kerajaan yang ada waktu itu, Selaparang, yang berpusat di kaki Gunung Rinjani bagian timur (sekarang Desa Selaparang, Kabupaten Lombok Timur), Kerajaan Selaparang ini berdiri dalam dua periode; periode pra-Islam dari abad ke–13 sampai dengan tahun 1357M; dan periode Islam dari abad ke-16 sampai dengan tahun 1740 M. Menurut memori kedatangan Mahapatih Gajah Mada di Pulalu Lombok, Bencangah Punan, tertulis nama pulau ini Selapawis; sela = batu, pawis = ditaklukkan. Jadi, selapawis = pulau batu yang ditaklukkan.
Adapun tentang kata lombok sendiri tidak terdapat dalam kosakata bahasa Sasak, dan oleh karena itu, sebenarnya, tidak dikenal oleh masyarakat Sasak, kecuali kata lomboq, ‘lurus’, ‘lempeng’. Hal ini sesuai dengan yang tertulis dalam babad Lombok, yang mengatakan bahwa kata lombok itu berasal dari nama seorang raja, Baginda Lombo’, yang wilayah kekuasaannya, konon, meliputi seluruh pulau ini. Lombo’ ini pula yang diperuntukkan sebagai nama pusat pemerintahannya yang terletak di sebuah teluk di pesisir timur-utara pulau, serta menjadi nama seluruh wilayah kekuasaannya.
R. Goris, dalam kamusnya, Beknopt Sasaksch – Nederlandsch Woordenboek, juga menuliskan kata lombo’ untuk hal yang sama. Dalam catatan sejarah zaman VOC, Steven van der Hagen, tahun 1603, tercatat sebagai orang pertama yang menggunakan kata lombok sebagai nama pulau ini, ketika ia memberitakan tentang di pulau ini terdapat banyak beras murah, dan hampir setiap hari diangkut ke Bali dengan sampan.
Dari lombo’ menjadi lomboq, dan akhirnya lombok. Karena itu, mungkin benar apa yang ditudingkan selama ini, bahwa peranan ″orang-luar“-lah yang menyebabkan proses perubahan bentuk, arti maupun makna dari kata lombo’, lomboq menjadi lombok.
Dengan demikian, sebenarnya, sama sekali tidak ada kaitan antara lombok sebagai nama pulau ini dengan lombok ‘cabe-rawit’ dan sejenisnya itu. Bagi masyarakat Sasak tradisional, pulau ini mereka kenal hanya dengan nama Gumi Sasak, dan atau Gumi Selaparang.
Sumber: Artikel berjudul,
PAĒR (Konsep Geo-sosiokultural dan Spirit bagi Mekanisme Pranata Sosial Masyarakat Majemuk
Perspektif Budaya Sasak). Oleh: Moch Yamin